Kamis, 03 Januari 2013

PERMASALAHAN PENDIDIKAN

PERMASALAHAN PENDIDIKAN MASA KINI

Oleh: Fitwi Luthfiyah

  1. Pendahuluan
Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontribusinya pendidikan. Shane (1984: 39), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.
Dengan demikian, sebagai institusi, pendidikan pada prinsipnya memikul amanah “etika masa depan”. Etika masa depan timbul dan dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap anak manusia akan menjalani sisa hidupnya di masa depan bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi. Hal ini berarti bahwa, di satu pihak, etika masa depan menuntut manusia untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap perbautan yang dilakukannya sekarang ini. Sementara itu pihak lain, manusia dituntut untuk mampu mengantisipasi, merumuskan nilai-nilai, dan menetapkan prioritas-prioritas dalam suasana yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari proses yang semakin tidak terkendali di zaman mereka dikemudian hari (Joesoef, 2001: 198-199).
Dalam konteks etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198). Visi ini tentu saja mensyaratkan bahwa, sebagai institusi, pendidikan harus solid. Idealnya, pendidikan yang solid adalah pendidikan yang steril dari berbagai permasalahan. Namun hal ini adalah suatu kemustahilan. Suka atau tidak suka, permasalahan akan selalu ada dimanapun dan kapanpun, termasuk dalam institusi pendidikan.
Oleh karena itu, persoalannya bukanlah usaha menghindari permasalahah, tetapi justru perlunya menghadapi permasalahan itu secara cerdas dengan mengidentifikasi dan memahami substansinya untuk kemudian dicari solusinya.
Makalah ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan pendidikan kontemporer di Indonesia. Permasalahan-permasalahan pendidikan dimaksud dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan permasalahan internal. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan dalam makalah ini terbatas pada permasalahan pendidikan formal.
  1. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini
Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global.
Dari berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.
Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sector kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan social adalah masalah “klasik” bagi pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan karenya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.
  1. Permasalahan Globalisasi
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala kearah itu sudah mulai Nampak.
Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem Manajemen Mutu (Quality Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam pengelolaan manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO.
Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan actual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122).
Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil akan merambah pada tingkat sekolah menengah.
Bila persoalannya hanya sebatas tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak menjadi sangat krusial (gawat). Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-regulasi”. Dalam bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-ketentuan tentang sekolah berstandar internasional. Pada jajaran SMK regulasi sekolah berstandar internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila regulasi berstandar internasional ini kemudian ditetapkan sebagai prasyarat bagi output pendidikan untuk memperolah untuk memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah serius bagi pendidikan nasional.
Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan pendidikan masa kini.
  1. Permasalahan perubahan sosial
Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah; satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan sosial merupakan peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan sosial yang berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat.
Bahkan salah satu fungsi pendidikan, sebagaimana dikemukakan di atas, adalah melakukan inovasi-inovasi sosial, yang maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan sosial. Fungsi pendidikan sebagai agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru melahirkan paradoks.
Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28). Dalam kaitan dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang menyatakan bahwa Negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai Negara merdeka. Dengan kata lain, ketidakmampuan mengelola dan mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan. Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam pemikiran dan praksis pendidikan nasional.
  1. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini
Seperti halnya permasalahan eksternal, permasalahan internal pendidikan di Indonesia masa kini adalah sangat kompleks. Daoed Joefoef (2001: 210-225) misalnya, mencatat permasalahan internal pendidikan meliputi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan strategi pembelajaran, peran guru, dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan tersebut sebenarnya masih ada jumlah permasalahan lain, seperti permasalahan yang berhubungan dengan sistem kelembagaan, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran operasional, dan peserta didik. Dari berbagai permasalahan internal pendidikan dimaksud, makalah ini hanya akan membahas tiga permasalahan internal yang di pandang cukup menonjol, yaitu permasalahan sistem kelembagaan, profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran.
  1. Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan
Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksud dengan uraian ini ialah mengenai adanya dualisme atau bahkan dikotomi antar pendidikan umum dan pendidikan agama. Dualisme atau dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama ini agaknya merupakan warisan dari pemikiran Islam klasik yang memilah antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu ghairuh syariah dan ilmu syariah, seperti yang terlihat dalam konsepsi al-Ghazali (Otman, 1981: 182).
Dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan yang berlaku di negeri ini kita anggap sebagai permasalahan serius, bukan saja karena hal itu belum bisa ditemukan solusinya hingga sekarang, melainkan juga karena ia, menurut Ahmad Syafii Maarif (1987:3) hanya mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang”. Jenis pendidikan yang pertama melahirkan sosok manusia yang berpandangan sekuler, yang melihat agama hanya sebagai urusan pribadi.
Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan sosok manusia yang taat, tetapi miskim wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kendala untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”. Oleh karena itu, Ahmad Syafii Maarif (1996: 10-12) menyarankan perlunya modal pendidikan yang integrative, suatu gagasan yang berada di luar ruang lingkup pembahasan makalah ini.
  1. Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto (2006: 1), “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu lan ditiru”.
Lebih jauh Suyanto (2006: 28) menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) meliki prinsip-prinsip etik (kide etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi profesi.
Dari ciri-ciri atau karakteristik profesionalisme yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa guru tidak bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem pendidikan profesi dan seleksi yang baik. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.
  1. Permasalahan Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto (2006: 15-16) era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini sebagai strategi pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept). Di pihak lain strategi pembelajaran baru digambarkan oleh Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak media, berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta pembuatan keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah” (problem posing).
Meskipun dalam aspirasinya, sebagaimana dikemukakan di atas, dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru (Idrus, 1997: 79). Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.
  1. Kesimpulan dan Saran
Permasalahan pendidikan di Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa diantaranya yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Dalam permasalahan eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai lingkungan pendidikan.
Sedangkan menyangkut permasalahan internal disoroti masalah system kelemahan (dialisme dikotomi), profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Dari pemahaman terhadap sejumlah permasalahan dimaksud di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan pendidikan yang komplek itu, baik eksternal maupun internal adalah saling terkait.
Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan solusinya maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing secara terhormat di era globalisasi dewasa ini.
Sebagai insan yang berpendidikan, kita tentu masih terus berharap akan datangnya perubahan fundamental terhadap sistem pendidikan kita. rasa optimis menatap masa depan wajib terbersit di lubuk hati kita semua, meskipun banyak sekali problem yang belum terentaskan. Rasa optimis menjadi “kata kunci” (key word) bagi semua idealisme perubahan itu. Seperti Paulo freire yang telah berhasil memerdekakan rakyat Brazil dari buta huruf, keterbelakangan, dan kemiskinan. Kita tidak bisa membayangkan, betapa besar rasa optimis seorang Freire sewaktu berjuang dengan sekuat tenaga dan pikirannya untuk membebaskan rakyat Brazil dari buta huruf, keterbelakangan, dan kemiskinan itu.
Meskipun banyak problem yang dihadapi oleh pendidikan nasional, namun itu semua tidak boleh menyurutkan semangat kita. Bagaimanapun juga, pendidikan nasional merupakan investasi bagi masa depan bangsa. Sebab, melalui pendidikan nasional, masa depan bangsa sedang dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang tidak kalah kualitasnya dengan negara-negara lain. Kita perlu mengingat kembali kata Cicero, “Pekerjaan apakah yang lebih mulia, atau yang lebih bernilai bagi negara, daripada mengajar generasi yang sedang tumbuh?”.
Dengan demikian, sebagai seorang yang berada di dunia pendidikan kita tidak perlulah merasa putus asa. Ini seperti yang dikatakan oleh Suyanto (2006: ), Sitem pendidikan nasional sedang beranjak menuju perubahan. Akan tetapi, perubahan itu jelas tidak bisa dalam sekali waktu yang langsung memperlihatkan hasil secara maksimal. Sebab, mengelola sistem pendidikan nasional ibarat menanam modal (investasi) untuk jangka panjang. Tetapi wujud keberhasilannya tidak seketika. Jika investasi dalam bentuk bisnis jelas akan menghasilkan untung-rugi secara riil, karena dapat diukur dengan besarnya nominal rupiah. Namun investasi pendidikan adalah berbentuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang riil bagi generasi bangsa. Karena tujuan nasional pendidikan kita adalah untuk membangun mentalitas yang berkarakter.
Daftar Pustaka

Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press dan Pustaka Pelajar.
Freire, Paulo, 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa Oetomo Dananjaya dkk. Jakarta: LP3ES.
Joesoef, Daoed, 2001. “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto    ( ed ). Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta. Jakarta: Kompas.
Karim, M. Rusli. 1991, “Pendidikan Islam sebai Upaya Pembebasan Manusia”, dalam Muslih Usa (ed.). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kuntowijoyo, 2001. Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental. Bandung: Mizan.
Maarif, Ahmad Syafii, 1987. “Masalah Pembaharuan Pendidikan Islam”, dalam Ahmad Busyairi dan Azharudin Sahil ( ed .). Tantangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: LPM UII.
Maarif. Ahmad Syafii, 1996. “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”. Jurnal Pendidikan Islam, No. 2 Th.I/Oktober 1996.
Othman, Ali Issa, 1981. Manusia Menurut al-Ghazali, alih bahasa Johan Smit dkk. Bandung: Pustaka.
Shane, Harlod G., 1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan. Jakarta: Rajawali Pers.
Soedjatmoko, 1991. “Nasionalisme sebagai Prospek Belajar”, Prisma, No. 2 Th. XX, Februari.
Suyanto, 2006. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percanturan Dunia Global). Jakarta: PSAP Muhammadiyah
readmore »»  

PARADIGMA PENDIDIKAN

PARADIGMA PENDIDIKAN MASA KINI DAN MASA AKAN DATANG

  1. Pendahuluan
Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah “pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan”. Sejalan dengan prinsip di atas, perubahan mendasar menuju paradigma pendidikan masa depan adalah pelaksanaan pendidikan berbasis sekolah atau madrasah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi Perguruan  Tinggi pada tingkat pendidikan tinggi. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, serta perbedaan pengelolaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.
Pasal 53 ayat (1) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, seperti SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB Negeri tidak harus berbentuk atau di bawah Badan Hukum Pendidikan (BHP). Sementara Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti, Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Keagamaan, dan Madrasah Negeri harus berbentuk atau di bawah BHP. Pada satuan pendidikan dasar dan menengah, dengan adanya Majelis Wali Amanat (MWA), Komite Sekolah atau Madrasah ditiadakan, dan fungsinya dijalankan oleh Majelis Wali Amanat (MWA).
  1. Rencana Strategi
Beberapa hal penting berkaitan dengan rencana strategis tentang paradigma pendidikan masa akan datang, dirumuskan melalui prinsip visioner, meliputi; (1) visi, (2) misi, (3) motto; dan (4) analisis lingkungan strategi. Analisis tersebut meliputi: Pencermatan Lingkungan Internal (PLI), yaitu memperhatikan kekuatan, terdiri dari: pengalaman program sekolah, SDM, strategi sekolah, dan  strategi jurusan. Selanjutnya, memperhatikan kelemahan  yang meliputi: sarana dan prasarana, sistem penunjang administrasi, kualitas layanan, akreditasi sekolah, pemerataan kompetensi guru, keterampilan tenaga laboratorium, atmosfir akademik, penelitian, sumber dana, tingkat kesejahteraan guru dan tenaga administrasi, dan sistem database sekolah. Selain itu, Pencermatan Lingkungan Eksternal (PLE), memuat: Peluang. Kebijakan pemerintah untuk: (1) pengembangan Kawasan Timur Indonesia (Sul-Sel, gerbang utama), (2) Badan Hukum Pendidikan, (3) guru sebagai tenaga professional, dengan gaji yang layak; (4) kesempatan kerjasama dengan Dunia Usaha dan Industri (DUDI), (5) kesempatan memperoleh hibah dari lembaga donor, pemerintah dan swasta dari dalam maupun luar negeri, (6) tersedianya potensi sumber daya alam, (7) kebijakan nasional tentang pengembangan budaya kewirausahaan, (8) peluang kerjasama dengan alumni, (9) orangtua siswa yang mempunyai kemampuan berbagai bidang yang berbeda-beda. Ancaman, meliputi: (1) rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat sebagai akibat krisis ekonomi, (2) terbatasnya kesempatan memperoleh lapangan kerja, (4) adanya sejumlah sekolah yang menawarkan program yang sama, (5) pesatnya perkembangan IPTEKS dalam proses pembelajaran, (6) derasnya arus globalisasi yang berdampak pada persaingan kerja, dan (7) adanya kebijakan liberalisasi pendidikan yang memungkinkan sekolah asing untuk beroperasi di Indonesia.
C. Beberapa Kelemahan Paradigma Pendidikan Sekarang

Telah banyak usaha dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Namun di sisi lain, terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan mutu pendidikan sulit untuk ditingkatkan. Pertama, kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak konsekuen. Kebijakan ini hanya mengandalkan input yang baik untuk menghasilkan output yang baik, masalah proses hampir diabaikan. Kebijakan seperti ini lebih menekankan pada lembaga pendidikan sebagai pusat produksi. Kedua, penyelenggaraan pendidikan secara sentralistik. Keputusan birokrasi dalam hal ini hampir menyentuh semua aspek sekolah, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Akibatnya, sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan lembaganya. Ketiga, peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan masih kurang. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan hanya bersifat dukungan dana. Padahal yang lebih penting adalah partisipasi dalam hal proses pendidikan yang meliputi; (1) pengambil keputusan, (2) monitoring, (3) evaluasi, dan (4) akuntabilitas. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat secara bersama-sama bertanggungjawab dan berkepentingan terhadap hasil pelaksanaan pendidikan, bukan sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat terhadap hasil pelaksanaan pendidikan itu sendiri.
Selanjutnya, dikembangkan dimensi-dimensi perubahan pola manajemen pendidikan menuju paradigma baru, yaitu:
Pola Lama Menuju Pola Baru
F Subordinasi
F  Otonomi
F Pengambilan keputusan terpusat
F  Pengambilan keputusan partisipasi
F Ruang gerak kaku
F  Ruang gerak luwes
F Pendekatan birokratik
F  Pendekatan profesional
F Sentralistik
F  Desentralistik
F Diatur
F  Motivasi diri
F Overregulasi
F  Deregulasi
F Mengontrol
F  Mempengaruhi
F Mengarahkan
F  Memfasilitasi
F Menghindari resiko
F  Mengelola resiko
F Gunakan uang semuanya
F  Gunakan yang seefisien mungkin
F Individu yang cerdas
F  Informasi terbagi
F Informasi terpribadi
F  Pemberdayaan
F Pendelegasian
F  Organisasi datar
F Organisasi herarki

(Sumber, E. Suparman, 2006)
  1. Building the School of the Future
Terdapat 5 faktor utama yang perlu diperhatikan dalam membangun sekolah masa depan, yaitu;
(1)   Involved and Connected Learning Community
Salah satu indikator penting paradigma pendidikan masa depan adalah keterlibatan secara aktif seluruh komponen masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. Mereka yang dimaksud adalah stake-holder, orangtua, oraganisasi massa (ORMAS), perguruan tinggi, dan Dunia Usaha dan Industri (DUDI). Berkaitan dengan hal ini, dukungan seluruh proses pelaksanaan pendidikan sangat dibutuhkan untuk terjadinya sinergi yang berkelanjutan dan dinamis.
(2)   Proficient and Inviting Curriculum-Driven Setting
Beberapa hal yang terkait langsung dengan hal di atas, yaitu: (a) pembangunan fisik mendukung terlaksananya pendidikan berbasis masyarakat, (b) pembangunan infrastruktur pendukung yang memungkinkan mobilitas yang tinggi dengan pertukaran data yang lebih mudah, (c) semua ruang kelas dirancang dan dilengkapi media pembelajaran yang diperlukan, sehingga memungkinkan proses pembelajaran dapat berjalan kapan saja, dan (4) media pembelajaran mampu memobilisasi, fleksibel, dan mudah disesuaikan dengan perubahan yang terjadi dalam aktivitas pembelajaran.
(3)   Flexible and Sustainable Learning Environment
Atmosfir pembelajaran yang kondusif merupakan salah satu indikator penting bagi masyarakat dalam memilih tempat belajar untuk anak mereka. Selain itu, atmosfir akademik yang kondusif, berbeda, dan Student-Centre memungkinkan siswa mengembangkan potensinya dengan baik. Suasana akademik yang baik mempunyai tingkat ketergantungan yang relatif kecil terhadap waktu dan tempat. Suasana akademik yang ada sistematik dan tidak terikat pada perubahan.
(4)   Cross-Curriculum Integration of Research and Development
Dalam rangka menjaga keberlangsungan integrasi kurikulum; (a) profesionalisme staf  seyogyanya didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangannya, (b) tetap menjaga kerjasama dengan dewan riset dan pengembangannya dalam menerapkan hasil-hasil penelitian terkini, dan (c) school berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, di mana guru dan siswa dapat merancang, melakukan, dan mengevaluasi hasil-hasil penelitian dalam rangka mengembangkan proses pembelajaran.
(5)   Professional Leadership
Kepemimpinan yang profesional meliputi: (a) dampak pembelajaran yang baik, (b) strategi berpikir, (c) motivasi dan dorongan stake-holders, (d) pemanfaatan teknologi dalam setiap kesempatan, (e) merancang dan mendemostrasikan pengembangan profesional sesuai kebutuhan, (f) berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat, (g) memaparkan pertanggungjawaban keuangan, dan (h) melakukan evaluasi secara berkelanjutan dengan cara kolaborasi.
E. Aset yang Pengembangan Menyongsong Paradigma Pendidikan Masa depan
Berkaitan dengan metode pengembangan aset sebagai sumber pendapatan institusi, termasuk kampus atau sekolah dalam menyongsong paradigma pendidikan masa depan, eksistensi pelayanan sekolah sangat penting artinya. Ihrig & Sullivan (1995) secara umum menyarankan beberapa aset yang memungkinkan untuk dikembangkan pada sekolah atau kampus untuk memperoleh pendapatan baru dalam menyongsong paradigma pendidikan masa akan datang. Sumber pendapatan tersebut meliputi:
v  Selling Information
  • Intellectual property
  • Research parks
  • Interpreting data for regional businesses
v  Teaching
  • Corporate training programs, domestic or foreign
  • Continuing part-time education for working adults
  • Elderhostel programs
v  Using Alumni Resources
  • Alumni continuing education
  • Professional services for alumni
  • Retirement housing
v  Providing Services  to Employes, Students, and Visitors
  • Hotels
  • Leasing space to private businesses
v  Using Campus Land and Facilities
  • Utilizing existing land to its fullest income potential
  • Buying or accepting gifts of land with income potential
  • Business incubators
Secara khusus penulis mengusulkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan, dibenahi, dan dikembangkan dalam rangka menghadapai paradigma pendidikan masa kini dan masa depan, diantaranya:
  1. Penutup



DAFTAR PUSTAKA
Ihrig. W.E. & Sullivan, J.F. Revenue Opportunities for the Public Institution. 1995. In S.L. Johnson & S.C Rush (Eds). Reinventing the University. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Jones, Jane. 2005. School of the Future. Exhibition, Student Handbook. Mathematics and Science Investigation. [Tersedia: www.sof.org].
Microsoft Team. 2006. Building the School of the Future. USA: Microsoft
Suparman, Eman. 2006. Manajemen Pendidikan Masa Depan. [Tersedia: www.Depdiknas.co.id].
Upu, Hamzah. 2006. Badan Hukum Pendidikan. Sekolah-sekolah di Sul-Sel Layak? Makalah yang Disampaikan pada Kegiatan Pembekalan Kepala Sekolah baru di Kabupaten Takalar, Takalar.
Upu, Hamzah. 2006. Badan Hukum Pendidikan. Universitas Negeri Makassar Layak? Makalah yang Disampaikan pada Kegiatan Intermediate Training Mahasiswa UNM, UNHAS, dan UIN. Makassar. BALATKOP.
Upu, Hamzah. 2006. Pengembangan Renstra Jurusan. Makalah yang Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan Hibah Kompetisi Dosen Cokroaminoto Palopo. Palopo: STKIP Cokroaminoto.
readmore »»  

Kamis, 20 Desember 2012

Sejarah Pendidikan Di Indonesia

Sejarah

Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia-Belanda (cikal bakal Indonesia), meskipun terbatas bagi kalangan tertentu yang terbatas. Sistem yang mereka perkenalkan secara kasar sama saja dengan struktur yang ada sekarang, dengan tingkatan sebagai berikut:
Sejak tahun 1930-an, Belanda memperkenalkan pendidikan formal terbatas bagi hampir semua provinsi di Hindia Belanda.

Jenjang

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Pendidikan anak usia dini

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.

Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Kelas Usia
Taman kanak-kanak
Kelompok bermain 4
Kelompok A 5
Kelompok B 6
Sekolah dasar
Kelas 1 7
Kelas 2 8
Kelas 3 9
Kelas 4 10
Kelas 5 11
Kelas 6 12
Sekolah menengah pertama
Kelas 7 13
Kelas 8 14
Kelas 9 15
Sekolah menengah atas/kejuruan
Kelas 10 16
Kelas 11 17
Kelas 12 18
Akademi/Institut/Politeknik/Sekolah tinggi/Universitas
Sarjana berbagai usia (selama kurang lebih 4 tahun)
Magister berbagai usia (selama kurang lebih 2 tahun)
Doktor berbagai usia (selama kurang lebih 2 tahun)

Jalur pendidikan

Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Pendidikan formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.
Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.

Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.

Jenis

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

Pendidikan umum

Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).

Pendidikan kejuruan

Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK).

Pendidikan akademik

Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

Pendidikan profesi

Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.

Pendidikan vokasi

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).

Pendidikan keagamaan

Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.

Pendidikan khusus

Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).

Kurikulum

Jenis ilmu Mata pelajaran Jenjang (kelas)
# Nama # Nama SD SMP SMA




1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 (IPA) 12 (IPA) 11 (IPS) 12 (IPS)
1 Ilmu Pendidikan 1 Agama Centang hijau
2 Kewarganegaraan
3 Jasmani dan Kesehatan
4 Teknologi Informatika dan Komunikasi
2 Ilmu Bahasa (dan Sastra) 1 Bahasa Indonesia Centang hijau
2 Bahasa Inggris
3 Bahasa Daerah
4 Bahasa Asing
3 Ilmu Alam 1 Matematika Centang hijau
2 Fisika Centang hijau Silang merah
3 Biologi
4 Kimia Silang merah Centang hijau
4 Ilmu Sosial 1 Sejarah Centang hijau
2 Geografi Centang hijau Silang merah Centang hijau
3 Ekonomi
4 Sosiologi Silang merah Centang hijau Centang hijau
5 Ilmu Seni (dan Budaya) 1 Seni Musik Centang hijau Silang merah
2 Seni Rupa
3 Seni Ketrampilan
4 Seni Tari
Jumlah mata pelajaran 13 16 13

Keterangan

  • Mata pelajaran Fisika dan Biologi tingkat jengang sekolah dasar dan menengah pertama digabungkan menjadi Ilmu Pengetahuan Alam.
  • Mata pelajaran Ekonomi dan Geografi tingkat jengang sekolah dasar dan menengah pertama digabungkan menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial.
  • Mata pelajaran Seni Rupa, Seni Musik, Seni Ketrampilan dan Seni Tari tingkat jengang sekolah dasar dan menengah pertama digabungkan menjadi Seni Budaya dan Ketrampilan (dahulu Kerajinan Tangan dan Kesenian).

Waktu belajar

Sebagian besar sekolah di Indonesia memulai tahun pelajarannya pada bulan Juli. Satu tahun pelajaran dibagi ke dalam dua semester. Semester ganjil dimulai dari Juli sampai dengan Desember dan semester genap dari Januari sampai dengan Juni.
Jenjang Lama waktu (menit) per mata pelajaran
Prasekolah 35
Sekolah dasar 40
Sekolah menengah 45
Sekolah tinggi 50

Tingkat

Prasekolah

Dari kelahiran sampai usia 3 tahun, kanak-kanak Indonesia pada umumnya tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal. Dari usia 3 sampai 4 atau 5 tahun, mereka memasuki taman kanak-kanak. Pendidikan ini tidak wajib bagi warga negara Indonesia, tujuan pokoknya adalah untuk mempersiapkan anak didik memasuki sekolah dasar. Dari 49.000 taman kanak-kanak yang ada di Indonesia, 99,35% diselenggarakan oleh pihak swasta[1]. Periode taman kanak-kanak biasanya dibagi ke dalam "Kelas A" (atau Nol Kecil) dan "Kelas B" (atau Nol Besar), masing-masing untuk periode satu tahun.

Sekolah dasar

Kanak-kanak berusia 6–11 tahun memasuki sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI). Tingkatan pendidikan ini adalah wajib bagi seluruh warga negara Indonesia berdasarkan konstitusi nasional. Tidak seperti taman kanak-kanak yang sebagian besar di antaranya diselenggarakan pihak swasta, justru sebagian besar sekolah dasar diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum yang disediakan oleh negara (disebut "sekolah dasar negeri" atau "madrasah ibtidaiyah negeri"), terhitung 93% dari seluruh sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang ada di Indonesia[2]. Sama halnya dengan sistem pendidikan di Amerika Serikat dan Australia, para siswa harus belajar selama enam tahun untuk menyelesaikan tahapan ini. Beberapa sekolah memberikan program pembelajaran yang dipercepat, di mana para siswa yang berkinerja bagus dapat menuntaskan sekolah dasar selama lima tahun saja.

Sekolah menengah pertama

Sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) adalah bagian dari pendidikan dasar di Indonesia. Setelah tamat dari SD/MI, para siswa dapat memilih untuk memasuki SMP atau MTs selama tiga tahun pada kisaran usia 12-14. Setelah tiga tahun dan tamat, para siswa dapat meneruskan pendidikan mereka ke sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), atau madrasah aliyah (MA).

Sekolah menengah atas

Sebuah sekolah menengah atas negeri di Jakarta
Di Indonesia, pada tingkatan ini terdapat tiga jenis sekolah, yaitu sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah (MA). Siswa SMA dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, sedangkan siswa SMK dipersiapkan untuk dapat langsung memasuki dunia kerja tanpa melanjutkan ke tahapan pendidikan selanjutnya. Madrasah aliyah pada dasarnya sama dengan sekolah menengah atas, tetapi porsi kurikulum keagamaannya (dalam hal ini Islam) lebih besar dibandingkan dengan sekolah menengah atas.
Jumlah sekolah menengah atas di Indonesia sedikit lebih kecil dari 9.000 buah[3].

Pendidikan tinggi

Setelah tamat dari sekolah menengah atas atau madrasah aliyah, para siswa dapat memasuki perguruan tinggi. Pendidikan tinggi di Indonesia dibagi ke dalam dua kategori: yakni negeri dan swasta. Kedua-duanya dipandu oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan tinggi; misalnya universitas, sekolah tinggi, institut, akademi, dan politeknik.
Ada beberapa tingkatan gelar yang dapat diraih di pendidikan tinggi, yaitu Diploma 3 (D3), Diploma 4 (D4), Strata 1 (S1), Strata 2 (S2), dan Strata 3 (S3).
readmore »»  

Kamis, 13 Desember 2012

Gejala-gejala stress pada anak dan cara penanggulangannya

Gejala-gejala stress pada anak memang sangat susah dikenali dibandingkan dengan gejala-gejala stress pada orang dewasa. Ini di karenakan anak terkendala dari cara mengkomunikasikan apa yang sedang dialaminya, perasaan takut apa yang sedang dihadapi, cederung tertutup dan lain-lain.
Orang tua harus mengetahui apa gejala-gejala stress pada anak. Ini penting karena stress yang dalam dapat berakibat sangat luas pada pribadi dan prestasi anak, bahkan berpengaruh pada perubahan tingkah laku dan fisik anak.
Gejala-gejala stress pada anak adalah sebaga berikut:
  • Anak menampilkan tanda-tanda depresi
  • Mudah marah dan kehilangan minat pada aktivitas pavoritnya
  • Lelah, gelisah dan agitasi
  • Mengeluh sakit fisik seperti sakit perut (mencret) ataupun sakit kepala
  • Minat belajar menurut dan prestasi yang anjlok
  • Kemungkinan anak akan berubah tingkah laku dari seorang yang ramah menjadi pendiam, ataupun sebeliknya dari seorang yang penurut menjadi seorang yang sering membantah
  • Anak berubah menjadi seorang pembohong bahkan mencuri atau melakukan perbuatan jahat lainnya sebagai bentuk pelarian.
  • Anak kurang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas rumah
  • Anak menjadi lebih tergantung dengan orang tua atau mengacuhkan orang tua
  • Kurang percaya diri dan bersikap malas
Gejala-gejala stress pada anak harus cepat ditanggulangi sebelum gejala-gejala tersebut mengalami generalisasi terhadap tingkah laku negatif lainnya. Anak yang stress berat bahkan bisa bersikap destruktif (merusak) bahkan bunuh diri jika tidak cepat ditanggulangi.
A. Penyebab stress pada anak
Penyebab stress pada anak bermacam-macam sumbernya. Bahkan segala sesuatu yang ada di lingkungan anak, respon, tuntutan dan aktivitasnya keseharian berpotensi menjadi sumber stress baginya. Sehingga penting bagi orang tua untuk mengenali faktor-faktor penyebab stress pada anak, sehingga mereka mampu mengambil tindakan pertolongan bagi anak-anak mereka agar coping (pertahanan) dengan stress yang dihadapi serta mampu mencegah atau menghindari terjadinya stress pada anak.
Menurut Prof. Marian Marion dalam bukunya Guidance for young children, ada dua faktor utama penyebab stress (stressors) pada anak yakni faktor internal dan faktor eksternal.
  • Faktor Internal
Yang termasuk dalam faktor internal antara lain rasa lapar, rasa sakit, sensitivitas terhadap bunyi/keributan, perubahan suhu, dan kondisi keramaian (kepadatan manusia). Menurut spesialis pengembangan manusia dari University of Illinois Cooperative Extension (Christine M. Todd), stress fisik (seperti rasa lapar, mengantuk atau mendapat peringatan akibat tingkah laku yang kurang baik) merupakan penyebab utama masalah tingkah laku pada anak
  • Faktor Eksternal
Yang faktor eksternal meliputi perpisahan atau perceraian dalam keluarga, perubahan dalam komposisi keluarga, menghadapi pertengkaran dan konflik, menghadapi kejahatan, mengalami tindakan kekerasan dari sesama teman (bullying), kehilangan sesuatu yang berharga misalnya hewan kesayangan, diperhadapkan dengan tugas yang harus diselesaikan secara bertubi-tubi, terburu-buru (hurrying), dan kehidupan sehari-hari yang tidak teratur dengan baik.
Sebenarnya stress dapat berdampak positif maupun negative pada anak. Ini di dipengaruhi oleh umur dan tingkatan stres. Stress yang berdampak positif (misalnya mengikuti kejuaraan tertentu dan belajar mengendarai sepeda) merupakan bagian yang normal dari kehidupan anak setiap hari. Berkaitan dengan umur, semakin muda anak, semakin besar dampak yang ditimbulkan dari hal-hal baru, dan semakin kuat serta potensial pula stress negatif terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak negatif dari stress lebih banyak terjadi pada anak-anak yang berumur di bawah 10 tahun, yang memilki temperamen menurun seperti “sulit” atau “slow but warm-up”, dan yang dilahirkan prematur. Stress yang terjadi secara berkepanjangan (chronic stress) sangat membahayakan bagi kesehatan dan perkembangan mental anak, seperti menurunkan kekebalan tubuh (immune system) untuk melawan penyakit dan infeksi, merusak system pencernaan, menghambat pertumbuhan, merusak emosi, perkembangan fisik dan sel-sel otak anak.
B. Cara pencegahan stress pada anak
Pencegahan dan penanggulangan stess pada anak harus dilakukan sedini mungkin dengan cara-cara yang tepat. Jangan sampai tindakan yang diambil oleh orang tua, hanya menambah beban stress yang di derita oleh anak. Strategi pengendalian ini haruslah didasarkan pada tingkat perkembangan anak karena hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan anak untuk mengerti dan memahami keadaan yang sedang mereka alami.

Para pakar psikologi anak menyebutkan bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serta mengurangi stres pada anak seperti dibawah ini:
  • Menyediakan lingkungan yang mendukung bagi anak dimana mereka dapat bermain atau mengekpresikan bakat seni mereka.
  • Istirahat yang cukup dan nutrisi yang baik dapat menolong anak-anak dalam mengatasi stress.
  • Menyediakan waktu yang berkualitas dengan anak setiap hari. Biarkan anak mengutarakan masalah yang sedang dihadapi dan menuliskannya. Pada kesempatan ini anak diajak bermain bersama-sama atau berbicara dari hati ke hati tentang bebagai masalah yang dihadapi oleh mereka serta mencari jalan keluar bersama. Ajarkan anak untuk mentransfer strategi pengendalian stress kepada situasi yang lain. Dengan demikian mereka akan merasa bahwa mereka sangat berarti bagi orang tua mereka.
  • Sebelum anak menghadapi hal-hal baru dalam keluarga yang dapat menyebabkan stress (misalnya kelahiran anggota keluarga baru), maka perlu bantuan orang tua mempersiapkan anak dengan cara untuk memberikan pemahaman tentang hal-hal baru yang akan terjadi dalam keluarga. Hal ini akan menolong mengurangi beban stress anak. Namun, persiapan yang berlebih-lebihan juga dibuktikan dapat menyebabkan lebih banyak stress. Orang tua dapat menilai apakah pemahaman yang diberikan sudah cukup atau belum dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya jika ia ingin mengetahui lebih banyak.
  • Menolong anak-anak untuk mampu mengidentifikasi berbagai strategi penanggulangan stres (misalnya meminta pertolongan jika ada seseorang yang menggoda/mengganggu, mengatakan kepada mereka kalau kamu tidak menyukainya atau meninggalkan orang yang mengganggu). Menolong anak-anak untuk mengenal, menamai, menerima dan mengekspresikan perasaan mereka secara tepat.
  • Mengajarkan kepada anak-anak teknik relaksasi (beristirahat). Berikan saran-saran seperti: “tarik napas yang dalam”, “berhitung mendur”, “tarik dan regangkan otot-ototmu”, “bermain dengan adonan tanah liat”, “berdansa” atau “membayangkan tempat-tempat yang disukai untuk dikunjungi dan menghayal mengunjungi tempat-tempat tersebut”).
  • Latihan menggunakan berbicara pada diri sendiri (self-talk skills) seperti “saya akan mencoba”, saya piker saya mampu melakukannya”, ini akan menolong anak dalam mengendalikan stress mereka. Beberapa strategi dasar meliputi penerapan strategi disiplin positif, mengikuti rutinitas secara konsisten, dan meningkatkan kerja sama.
  • Jangan membebani anak dengan masalah yang sedang dihadapi orang tua. Tetapi katakanlah kepada mereka tujuan hidup keluarga dan diskusikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan sikap yang menyenangkan.
  • Berilah pujian pada anak ketika mereka melakukan hal-hal yang baik dan jangan lupa untuk memberikan pelukan dan ciuman.
  • Gunakanlah humor sebagai buffer terhadap perasaan-perasaan dan situasi yang kurang baik. Anak yang mempelajari humor akan lebih baik untuk menjaga segala sesuatu dalam persepsi.
  • Jangan memberikan beban yang berlebihan kepada anak dengan aktivitas dan tanggung jawab diluar sekolah. Biarkan anak-anak untuk belajar mengatur waktu mereka dengan baik. Jangan meminta mereka untuk selalu menjadi nomor satu dalam segala hal.
  • Berikanlah contoh dan teladan yang baik kepada mereka sehingga mereka akan meniru tingkah laku orang tuanya. Tunjukkan kepada mereka keahlian untuk mengontrol pengendalian diri dan keahlian untuk mengendalikan stress. Dengan melihat hal ini akan memberikan keuntungan bagi mereka karena nantinya mereka akan mampu mengendalikan stress mereka secara baik.
Bagaimanapun juga, stress pada anak sangatlah beragam, sehingga cara pencegahan dan penanggulangannya harus disesuaikan dengan penyebabnya. Orang tua yang baik dan bijak hendaknya selalu belajar dan mencari referensi untuk mencegah stress yang berlarut-larut pada anak. Stress yang berlarut-larut akan merusak keprbadian anak. Sungguh suatu tindakan yang bijak dari orang tua, jika mengambil tindakan yang tepat sedini mungkin, untuk mencegah dan menanggulagi stress pada anak.
readmore »»  

Kamis, 06 Desember 2012

Emosi Cerdas Kunci Sukses Belajar

Emosi Cerdas Kunci Sukses Belajar Menghasilkan Suatu Kebaikan

Sebuah kejadian di sekolah, ketika anak-anak sedang melalui kewajiban untuk mengikuti ujian akhir sekolah. Sebelumnya, mereka telah berusaha belajar berbulan-bulan di bawah bimbingan guru, dan mengerjakan beratus-ratus soal-soal latihan. Padahari pelaksanaan ujian, mereka merasa mantap dengan persiapan yang telah dilakukan selama ini. 

Kesiapan mental mereka ternyata mulai goyah setelah mulai membaca soal-soal ujian yang dibuat oleh sekolah lain. Ternyata model soal serta materi yang ditanyakan di sana sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini diajarkan oleh guru mereka! Tentu saja, anak-anak pun kelabakan menghadapinya.

Seorang anak segera mengalami down, kejatuhan mental karenanya. Timbul perasaan kecewa yang sangat berat karena ternyata persiapan matang yang sudah dilakukan selama ini salah dan tak berguna. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing, wajahnya tegang, dan hafalan-hafalan rumus yang semula sudah lekat di kepala pun tiba-tiba hilang tak bersisa. Ia menghabiskan waktu dengan mencoret-coret lembar jawaban, terus-menerus
mendesah dan mengeluh jengkel, sambil melirik kanan kiri, melihat reaksi teman di kanan kirinya, berharap ada teman yang sama bingungnya dengan dirinya. Akhirnya iapun menyelesaikan ujiannya dengan hampir separuh soal tak terisi.  
Anak yang lain bereaksi dengan mencoba meredam keterkejutannya, melihat betapa sulit soal yang dihadapinya. Ia menarik nafas panjang, menegakkan punggungnya, dan berusaha menenangkan hatinya. Sempat timbul keraguan, bisakah ia mengerjakannya?
Namun hati kecilnya cepat menepis keraguan itu. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, bahwa ia telah berusaha sebaik mungkin untuk belajar. Diingatnya pesan ibunya, bahwa Allah menilai berdasarkan seberapa besar usaha seseorang, bukan seberapa besar hasilnya. Maka ia pun mulai mencoba membaca dengan hati-hati soal demi soal dengan tenang, dan mencoba menjawab sebatas kemampuannya. Ternyata, ia bisa menyelesaikan seluruh soal yang ada, walaupun banyak yang diisinya penuh keraguan, namun ia tak membiarkannya kosong tak berisi, karena bukankah mencoba mengisinya masih lebih baik dari pada tidak diisi sama sekali? 
Dalam kisah di atas, anak sedang dihadapkan kepada situasi yang menegangkan dan menimbulkan kekecewaan serta kekhawatiran yang mencekam. Dan kedua anak telah menunjukkan dua reaksi emosi yang berbeda dalam menghadapinya. Anak pertama tak mampu mengatasi stress yang dialaminya, sehingga ia tak bisa mengontrol kepandaian otak rasionalnya. Sebaliknya anak kedua mampu mempertahankan kestabilan perasaan dan emosinya dalam menghadapi ketegangan tersebut, sehingga berhasil menguasai otak rasionalnya. Ia telah memiliki emosi yang cerdas, yang akhirnya menyelamatkan nasibnya dalam ujian tersebut. 
readmore »»  

Kualitas Pendidikan Indonesia

Kualitas Pendidikan Indonesi Ranking 69 Tingkat Dunia

Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.
Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu:
  • Angka partisipasi pendidikan dasar,
  • Angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
  • Angka partisipasi menurut kesetaraan jender,
  • Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun ini terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun. 
Di Tingkat Asia
Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu Asia. Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia.Meskipun demikian posisi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).

Finlandia Terbaik Dunia
Sistem pendidikan Finlandia adalah yang terbaik di dunia. Rekor prestasi belajar siswa yang terbaik di negara-negara OECD dan di dunia dalam membaca, matematika, dan sains dicapai para siswa Finlandia dalam tes PISA.  Amerika Serikat dan Eropa, seluruh dunia gempar.
Untuk tiap bayi yang lahir kepada keluarganya diberi maternity package yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah, dan bayi itu sendiri. Alasannya, PAUD adalah tahap belajar pertama dan paling kritis dalam belajar sepanjang hayat. Sebesar 90% pertumbuhan otak terjadi pada usia balita dan 85% brain paths berkembang sebelum anak masuk SD (7 tahun).
Kegemaran membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak daripada negeri mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks. Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV.
Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki. Belajar aktif diterapkan guru yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the best ten lulusan universitas. Orang merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Frekuensi tes benar-benar dikurangi. Ujian nasional hanyalah Matriculation Examination  untuk masuk PT. Sekolah swasta mendapatkan dana sama besar dengan dana untuk sekolah negeri.
Sebesar 25% kenaikan pendapatan nasional Finlandia disumbangkan oleh meningkatnya mutu pendidikan. Dari negeri agraris yang tak terkenal kini Finlandia maju di bidang teknologi. Produk HP Nokia misalnya merajai pasar HP dunia. Itulah keajaiban pendidikan Finlandia. Finlandia University

Membanding Sistem Indonesia dengan Finlandia
Ada yang berpendapat,  keunggulan mutu pendidikan Finlandia itu tidak mengherankan karena negeri ini amat kecil dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta jiwa,  penduduknya homogen,  dan negaranya sudah eksis sekian ratus tahun. Sebaliknya,  penduduk Indonesia lebih dari 220 juta jiwa, amat majemuk terdiri dari beragam suku, agama, budaya, dan latar belakang sosial.  Indonesia baru merdeka 66 tahun.
Pendapat senada dikemukakan oleh tokoh-tokoh dan pemerhati pendidikan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang,  dan negara-negara lain dibandingkan dengan negaranya. Yang paling malu AS karena unit cost anggaran pendidikannya jauh melebihi Finlandia tapi siswanya mencapai ranking 17 dan 24 dalam tes PISA, sedangkan siswa Shanghai China ranking 1, Finlandia 2, dan Korea Selatan 3. Soal siswa di Shanghai China juara masih diragukan karena belum menggambarkan keadaan mutu seluruh pendidikan China. Kalau Finlandia sebagai negara kecil bisa juara mengapa negara kecil yang sudah established seperti Islandia, Norwegia, New Zealand tak bisa?
Akhirnya semua mengakui bahwa sistem pendidikan Finlandia yang terbaik di dunia karena kebijakan-kebijakan pendidikan konsisten selama lebih dari 40 tahun walau partai yang memerintah berganti. Secara umum kebijakan-kebijakan pendidikan China dan Korea Selatan (dan Singapura) juga konsisten dan hasilnya terlihat sekarang.
Kebijakan-kebijakan pendidikan Indonesia cenderung tentatif, suka coba-coba, dan sering berganti.
Lalu bagaimana dengan kebijakan pendidikan Indonesia jika dibandingkan dengan Finlandia?
  1. Pendidikan di Indonesia di penuhi dengan test evaluasi seperti ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional. Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk PT.
  2. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) menyebabkan siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
  3. Pemberian tugas Pekerjaan Rumah (PR) di sekolah Indonesia dianggap penting untuk mendisiplikan siswa rajin belajar. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
  4. Kualifikasi guru SD Indonesia masih mengejar setara dengan S1, di Finlandia semua guru tamatan S2.
  5. Indonesia masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best ten lulusan universitas yang diterima menjadi guru.
  6. Indonesi masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya.
  7. Jarang sekali guru di Indonesia yang menciptakan suasana proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Bahkan lebih didominasi metode belajar  mengajar satu arah  seperti ceramah yang membosankan.Di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci keberhasilan dalam belajar.
  8. Di Indonesia dikembangkan pengkatasan kelas yaitu klasifikasi kualitas kelas dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
  9. Finlandia pelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
  10. Jumlah hari Sekolah di Indonesia terlalu lama yaitu 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar. Bahkan terkadang para guru mesih memberikan tugas sekolah selama masa liburan sehingga sekolah merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan.
 Hal-hal yang mendukung kemajuan pendidikan di Finlandia sebagai berikut ini:
  1. Setiap anak diwajibkan mempelajari bahasa Inggris serta wajib membaca satu buku setiap minggu.
  2. Sistem pendidikannya yang gratis sejak TK hingga tingkat universitas.
  3. Wajib belajar diterapkan kepada setiap anak sejak umur 7 tahun hingga 14 tahun.
  4. Selama masa pendidikan berlangsung, guru mendampingi proses belajar setiap siswa, khususnya mendampingi para siswa yang agak lamban atau lemah dalam hal belajar. Malah terhadap siswa yang lemah, sekolah menyiapkan guru bantu untuk mendampingi siswa tersebut serta kepada mereka diberikan les privat.
  5. Setiap guru wajib membuat evaluasi mengenai perkembangan belajar dari setiap siswa.
  6. Ada perhatian yang khusus terhadap siswa-siswa pada tahap sekolah dasar, karena bagi mereka, menyelesaikan atau mengatasi masalah belajar bagi anak umur sekitar 7 tahun adalah jauh lebih mudah daripada siswa yang telah berumur 14 tahun.
  7. Orang tua bebas memilih sekolah untuk anaknya, meskipun perbedaan mutu antar-sekolah amat sangat kecil.
  8. Semua fasilitas belajar-mengajar dibayar serta disiapkan oleh negara.
  9. Negara membayar biaya kurang lebih 200 ribu Euro per siswa untuk dapat menyelesaikan studinya hingga tingkat universitas.
  10. Baik miskin maupun kaya semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar serta meraih cita-citanya karena semua ditanggung oleh negara
  11. Pemerintah tidak segan-segan mengeluarkan dana demi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.
  12. Makan-minum di sekolah serta transportasi anak menuju ke sekolah semuanya ditangani oleh pemerintah.
  13. Biaya pendidkan datang dari pajak daerah, provinsi, serta dari tingkat nasional.
  14. Mengenai para prospek karier dan kesejahteraan, setiap guru menerima gaji rata-rata 3400 euro per bulan setara 42 juta rupiah. Guru disiapkan bukan saja untuk menjadi seorang profesor atau pengajar, melainkan disiapkan juga khususnya untuk menjadi seorang ahli pendidikan. Makanya, untuk menjadi guru pada sekolah dasar atau TK saja, guru itu harus memiliki tingkat pendidikan universitas.
Kualitas Guru Finlandia
Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke fakultas hukum atau kedokteran!

 
Jika kebanyakan negara percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru beranggapan sebaliknya, testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Bener juga kan? Kita belajar a.k.a sekolah Cuma pingin dapet nilai akademik yang bagus dan memuaskan. Faktor pemahaman dan penerapan menjadi elemen yang diremehkan, pokoknya yang penting nilai kita bagus… ahdudududu… *_*
Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi. Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejakPra-TK!!! Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Semua siswa di bimbing menjadi pribadi yang mandiri, mencari informasi secara independent. Karena dengan adanya banyak pen-dekte-an membuat para siswa akan merasa tertekan dan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.


Bagaimana dengan siswa yang kurang cepat tanggap ? Mereka akan mendapatkan bimbingan yang lebih intensif. Inilah yang membuat Finlandia berhasil menyandang gelar Negara dengan pendidikan paling berkualitas di dunia.
Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha. Hmmm… sangat tercermin kalau guru di sana tidak menuntut anak didiknya untuk mengerjakan dengan hasil yang harus benar, para guru Finlandia menghargai setiap usaha dari siswanya.
Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.
Siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Adanya ranking hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
Ternyata, negara yang tak diunggulkan bisa menjadi yang terbaik di dunia, tentu semua itu karena adanya kemauan & usaha yang keras serta kesolid-an dari berbagai pihak. Tidak ada kemustahilan di dunia ini, Negara kita tercinta Indonesia Raya ini bisa mencontoh sistem pendidikan dari Finlandia.
readmore »»  

Kemdikbud Siap Implementasikan Kurikulum 2013


Jakarta --- Uji publik kurikulum 2013 terus bergulir. Di hari ke tujuh sejak uji publik diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 29 November lalu melalui link http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id, telah diterima saran, pendapat sebanyak lebih dari 1.300 masukan dari 15.000 pengunjung link tersebut. Masukan dari masyarakat ini sangat membantu Kemdikbud dalam menyempurnakan rancangan kurikulum 2013.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, jika dicermati masukan yang disampaikan melalui uji publik ini cenderung bersifat masukan teknis kesiapan implementasi kurikulum 2013. Dari sisi materi kurikulum, lanjutnya, kurikulum 2013 mendapat dukungan positif dari berbagai kalangan. "Untuk itu, seraya uji publik ini berjalan kita juga mempersiapkan teknis pendukung implementasi," kata Menteri Nuh saat jumpa pers di kantor Kemdikbud, Kamis (6/12).
Ada tiga hal yang disiapkan untuk implementasi kurikulum 2013. Pertama, kesiapan buku pegangan utama guru dan buku bagi siswa. Buku babon (induk) untuk guru harus dipersiapkan secara matang agar benar-benar menjadi panduan guru dalam implementasi. Meski kurikulum 2013 belum disahkan, materi-materi perubahan telah dikaji oleh tim kurikulum, sehingga bisa disusun buku-buku pegangan bagi para guru dan siswa.
Dengan adanya buku babon ini, standar kompetensi lulusan bisa ditentukan. Begitu pula dengan standar isi dan standar prosesnya. Dalam menyusun buku babon, Kemdikbud melibatkan unsur guru dalam pembahasan. Namun demikian, tentu tidak semua guru ikut menyusun. Hanya guru yang memiliki rekam jejak dalam kurikulum yang diundang. "Tidak benar dalam penyusunan kurikulum 2013 guru tidak dilibatkan, tapi tidak diundang seluruhnya, karena jumlah guru luar biasa banyak, 2,9 juta guru" katanya.
Yang kedua, Kemdikbud akan melakukan pelatihan bagi guru. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang bersifat manajemen kepentingan. Yaitu pelatihan guru dilakukan secara bertahap dengan melihat jenjang pendidikan dan sisi kewilayahannya.
Dari segi jenjang pendidikan, pelatihan guru akan dimulai dari guru yang mengajar pada kelas-kelas yang menjadi pilot kurikulum 2013. Seperti kelas 1, kelas 4, kelas 7, dan kelas 10. Setelah mereka selesai dilatih, mereka akan langsung menjadi Trainer of trainer (ToT) bagi guru lainnya.
Dan persiapan yang ketiga adalah persiapan administrasi tata kelola. Guru akan memiliki rapor sendiri dalam menjalankan tugasnya. Demikian pula pembagian jam mengajarnya akan ikut ditata.
Mendikbud sangat mengapresiasi setiap masukan yang masuk  dalam uji publik kurikulum 2013. Uji publik dilakukan secara terbuka agar masyarakat bisa melihat keterlibatan mereka dalam uji publik ini akan menentukan kesempurnaan kurikulum 2013. "Tidak ada komentar yang kita hapus, semua pro dan kontra serta masukan bisa dilihat bersama," kata Menteri Nuh.
Dengan melakukan persiapan-persiapan tersebut, Kemdikbud optimis untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 mulai tahun depan. Selanjutnya, pada Kamis (13/12) mendatang, Mendikbud akan menggelar rapat kerja dengan panja DPR. Masukan-masukan akan terus diterima melalui link http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id hingga 24 Desember 2012. (AR)
readmore »»